Sabtu, 28 Februari 2015

Selamat Tinggal



Kepada Ge,
yang sudah lama meninggalkanku.

Halo, Ge. Lama tak menyuratimu rasa ada yang kurang hari-hariku. Menjadi abu-abu dan merindu berlipat-lipat. Bukan karena sibuk atau bagaimana, aku sengaja melakukan itu. Aku ingin lebih membiasakan diri tanpamu. Maksudku tanpa memikirkanmu. Melupakan. Seperti yang sudah dari dulu kau lakukan.

Jangan tertawa dulu, Ge. Aku belum gagal. Pun hari ini aku sengaja menulis surat untukmu. Untuk mengakhiri perasaan yang tidak lagi sejalan. Kau sudah terlalu jauh berjalan di depanku, meninggalkan aku dan kenangan-kenangan keparat yang bertebaran di kepalaku. Aku sadar ini sudah saatnya untuk berhenti. Berbalik badan dan kembali pada kehidupanku sendiri.

Tapi, sebelum benar-benar pergi, bolehkah aku mengaku terlebih dahulu, Ge? Agar ruang yang kau sesaki dengan rindu perlahan menjadi kosong. Agar aku yang selalu padamu dapat menyambut cinta yang baru. Boleh, ya, Ge. Aku mohon.

Bemula dari pandangan yang salah. Aku menaruh banyak perhatian padamu. Kau ingat saat tes musik pelajaran kesenian? Ku pikir semenjak itulah aku mulai senang memandangimu. Seperti lagu yang kau nyanyikan kala itu, kau berhasil membuatku membuka hati.

Kau mungkin tak sadar betapa senangnya aku saat tahu bahwa kau menggilai musik. Pandai menyanyi juga bermain gitar. Berkat itu pula aku berani berbicara padamu. Membicarakan soal musik dan gitar yang juga kesenanganku. Yang sebenarnya hanya alasan untuk lebih lama dekat denganmu.

Meski pada akhirnya kelulusan memisahkan tanpa sempat mengaku. Pun memang aku tak beniat mengaku. Satu-satunya yang dapat kulakukan hanyalah menulis. Seperti sekarang ini.

Ge, adakah satu saja surat-suratku yang kau baca?

Ge, kau tahu, aku sedikit bingung dengan kedekatan kita selepas perpisahan dulu. Saling mengabari dan kadang bertemu. Saling memanggil sayang tetapi tak ada ikatan. Ah, sudahlah. Lupakan sajalah, Ge. Sudah tak penting lagi. Toh sekarang kau sibuk membahagiakan orang lain.

Selamat tinggal, Ge. Mari tidak bertemu lagi meski aku yang memaksa. Terus abaikan aku seperti yang selalu kau lakukan.

Aku janji akan berusaha menyembunyikan diri barangkali waktu mempertemukan. Menyapu kenangan manis yang singkat tapi pekat seperti ombak pelan pada pantai. Dan—mungkin saat kau membaca surat ini aku sudah bahagia bersama Ge yang bukan kau.

Tapi, sebelum fajar bertandang esok hari, bolehkah aku mendengar kau bernyanyi sekali lagi?

Yang merindu tapi tak ingin bertemu.
28.02.2015 #Day30 #30HariMenulisSuratCinta

7 komentar:

Mohon kritik, saran, dan kasih sayangnya teman - teman :D