Sabtu
malam dua puluh lima april
dua
ribu lima belas
Bintang-bintang
menggantung
tak
beraturan di langit
ada
yang cahayanya terang
setengah
terang
dan
tepat di atas kepala
aku
menengadah
ada
bintang yang paling terang disana
Lalu…
P.S
Ada
yang bisa ngelanjutin puisi—atau entahlah apa ini, di atas?
Anyway,
selamat menginjak angka 100, sahabatku.
*nyambung ah*
BalasHapusSemua berubah saat awan hitam menggulung cerah
Menelan tiap terang yang ada di segala arah
para bintang hanya bisa diam pasrah
Lari... lari... teriakku pada bintang paling terang
tapi terlambat, dia kini berbaur dengan bayang
meninggalkan tatapku yang tak mau hengkang
mungkinkah aku juga akan hilang?
tidak.
kau kembali saat dadaku terasa sesak
menusuk gelap dan mengalahkannya telak
aku kembali berteriak, tergelak
Mungkin terangku suatu saat akan lenyap
tapi seperti bintang itu, aku pasti akan kembali tegap
melawan cibir hina yang mencoba melalap. melahap. menyekap.
Aku hanya perlu melatih hati untuk siap
bertempur melawan gelap
menyumbat segala ragu dalam ucap
hingga aku kembali bersama gemerlap
Woah How Haw jago bikin puisi.
HapusLalu semua berubah ketika negara api menyerang..
BalasHapusTapi tenang, ada avatar the legend of Aang.
HapusLalu
BalasHapus......
Aku sadar ada kamu di belakangku
Menjaga dari sudut blindspot-ku
Berpura menjadi gelap padahal nyata
Sayang, kau salah
Sepintarnya kau sembunyi
Secerdiknya kau berpura
Bayangmu jelas nampaknya
Oleh terpaan
.....
Pekatnya orange senja
I thik I know yo so well, Anonim.
HapusPakcik!