Liburan
pertama
Aku melihat lelaki itu duduk di teras
rumahnya. Ada segelas kopi susu di atas
meja tak jauh dari ia duduk. Kopi itu masih tersisa sepertiga bagian dari gelas
yang tingginya kira-kira 5 cm. Ku pikir itu bukan kopinya. Dia tidak menyukai
kopi. Apalagi susu.
Dia juga tidak menyukai cokelat. Dulu,
teman sebangkuku pernah memberinya cokelat di hari valentine. Ia menerima
cokelat itu tapi tidak memakannya. Ia malah memberikan cokelat itu kepada temannya. Menurutku ia memang tidak menyukai sesuatu yang manis.
Dia adalah lelaki yang sudah lama aku
sukai. Secara diam-diam, tentunya. Aku menyukainya sejak dulu, sejak aku
tinggal bersama kakek dan nenek. Kami, maksudku aku dan dia sekolah di SMA
yang sama. Dia satu tingkat di atasku. Namun pertengahan semester kelas XI aku
pindah sekolah, tinggal kembali bersama kedua orang tuaku di Jakarta.
Setiap liburan sekolah aku selalu mengunjungi
rumah kakek dan nenek. Menginap semalam atau dua malam. Lalu sorenya mengantar senja ke tempat
peristirahatannya di pantai.
Oh iya, rumah lelaki itu tak jauh dari pantai
tempatku mengantar senja pulang.
Liburan
kedua
Dia duduk di tepi pantai tampak sedang
memikirkan sesuatu. Gitar yang harusnya ia petik, hanya diketuk-ketuknya saja
dengan jari telunjuk. Dia tak sadar sedang kuperhatikan. Ah, memang dia tak
pernah sadar sejak dulu aku sering memperhatikannya.
Senja telah pulang. Dia, lelaki yang aku
sukai itu, terbangun dari lamunan, seakan jiwanya yang melayang-layang di laut
sudah kembali ke raganya. Dia berbalik kemudian menoleh ke arahku. Ah, sial aku
ketahuan.
Liburan
ketiga
Aku tak melihat dia di teras rumahnya,
juga tak menemukannya duduk di tepi pantai mengantar senja pulang. Sudah semalaman
aku di rumah nenek. Tapi sosok yang menyejukkan mataku tak juga muncul.
Keesokan sorenya aku berjalan kaki menuju
pantai. Aku ingin mencari dia di setiap sudut rumahnya dan jika dia kutemukan
aku ingin menatapnya lebih lama lagi.
“Itu
rumahnya” Batinku.
Dari kejauhan tampak seseorang duduk di
atas sepeda. Aku mendekat. Kudapati sosok yang duduk di atas sepeda mini
berwarna biru itu. Dia. Ya, dia, lelaki yang aku sukai. Dia melontarkan senyum
padaku, aku membalas dengan senyum terbaik yang kumiliki. Ini adalah senyum
pertamanya untukku. Aku akan menjaga senyum menghangatkan ini baik-baik.
Aku semakin mendekat. Kudapati seorang
perempuan duduk di bangku belakang sepeda mini berwarna biru itu. Perempuan itu
cantik. Tangannya melingkar mesra di pinggang lelaki yang aku sukai. Mereka tampak
seperti pasangan yang sedang ingin mengantar senja pulang, sama seperti
alasanku berada disini.
Lagkahku melambat. Kaki ku serasa
terikat oleh rantai besi. Hatiku perih. Seakan seseorang memeras jeruk nipis ke
dalam luka. Tubuhku menggigil. Seperti segerombolan salju lalu lalang di
sekitarku. Aku sekarat.
Hari ini aku mengantar senja dengan
luka. Di sisi lain, di tepi pantai yang dulu, Dia, lelaki yang aku sukai duduk bersama
dengan perempuan cantik itu mengantar senja dengan senyum bahagia.
Aku kehilangan sebelum memiliki. Aku merasakan
sakit meski aku bukan siapa-siapa. Aku hanyalah seorang gadis pengagum yang menyerahkan
seluruh perHATIan untuknya. Secara diam-diam, tentunya.
***
Lagi belajar bikin cerpen, nih. Maaf, kalau rada-rada belepotan.
Mohon kritik dan sarannya ya. Terima kasih sudah membaca. ;)
Dari paragraf pertama ceritanya udh bisa ditebak. Jd ngga menarik pembaca tuk membaca sampai akhir. Pemilihan kata kata ny lumayan meaki sering digunakan berulang.
BalasHapusOh, oke. Thank you.
Hapuspengen kritik tapi gw sama sekali ga kompeten dalam cerpen.
BalasHapusini pengalaman pribadi apa fiksi?
Fiksi
Hapuscurhat nih ceritanya? :p
BalasHapusNggak. Fiksi.
HapusBagus nih...... Tapi harus banyak belajar lagi yaa;))
BalasHapusThank you. Oke :)
HapusKeren :)
BalasHapusbagus kok cerpennya walau alurnya klise, tapi ismie bisa merangkainya dengan metafora yang indah, nice story. *sok pinter*
BalasHapusOh, gitu. Ntar dicoba lagi. Thank you, kakak.
HapusBagus, menurut gue, pemilihan katanya mungkin ya. gue juga lagi belajar buat cerpen nih. Kowawa!
BalasHapusKowawa!
HapusUdah bagus kok. Cuma sarannya nganu, di bagian Liburan Awal, si narator yang jadi "Aku" kenapa seolah tahu banget apa yang ada di sekitar tokoh "dia" ya, padahal si "aku" kan nggak ada di TKP. hehehe. piss \:p/
BalasHapusMaksud ceritanya, si "Aku" lagi lewat depan rumah si "Dia", gitu. Tapi kayaknya gak tersampaikan deh.
HapusThank you. Ntar dicoba lagi.
alur cerita dan pilihan katanya kalo menurutku udah bagus
BalasHapusThank you ;)
HapusLumayan, mengantar senja pulang..😀😀🌅
BalasHapusLumayan, mengantar senja pulang..😀😀🌅
BalasHapus