Tempat kami mengukir cerita. Ya, kami. Aku,
Duris, dan Dewi.
Penghuni Puri Akcaya 2 Blok D31 |
Bermula dari sebuah kebetulan dan juga
kebutuhan. Aku bersama Duris menemukannya. Sebuah rumah kecil di Puri Akcaya 2
Blok D31. Rumah kami di perantauan. Tempat berteduh di kala hujan. Tempat
beristirahat di kala lelah. Tempat berbagi cerita suka dan duka bersama mereka.
Duris dan Dewi.
Duris. Dia adalah teman baikku saat SMA. Di
kelas X kami pernah berjanji untuk memilih kelas IPA di tingkat berikutnya.
Tapi, ia berkhianat. Ia dan teman-teman sepergilaanku di kelas malah memilih
kelas IPS. Meninggalkanku sendirian di kelas IPA.
Di kelas XI dan XII kami masih berteman baik.
Sampai akhirnya di akhir semester dua kami berjanji lagi. Ya, untuk sama-sama
mencari sebuah rumah tinggal di kota perantauan nanti. Kali ini ia tak
berkhianat.
Temanku satunya lagi. Dewi. Aku mengenalnya
dari Duris. Dia adalah teman satu kampus satu jurusan bersama Duris. Pertama
kali aku melihatnya, ia celingukan di rumah kontrakan lama. Ya, rumah kontrakan
lama. Tak ada air bersih, sering banjir, dan banyak kalajengking.
Namun, kontrakan di ujung timur Pontianak itu,
juga memberikan cerita selama tiga bulan kami tinggal. Cerita tentang hujan
malam yang tiba-tiba membuat rumah banjir, cerita tentang kalajengking dan
lipan yang sering bersembunyi di balik pintu, cerita tentang mengambil air di
tong air tetangga.
Oh, iya, kemana
anak itu. Sandra. Tetangga yang airnya sering kami ambil.
Akhirnya, kami memutuskan untuk mencari
kontrakan baru. Ketemulah ia, sebuah rumah kecil di Kompleks Puri Akcaya 2 Blok
D31. Rumah yang sampai sekarang masih ditempati Duris dan Dewi. Sedangkan aku?
Aku sudah menyelesaikan kuliah dan pulang ke
rumahku, rumah yang selalu aku rindukan.
Di kontrakan baru, maksudku, rumah di Puri
Akcaya 2 Blok D31, aku mendapat banyak pelajaran. Tentang kemandirian,
kebersamaan, bahkan tentang kesepian. Dan juga, aku jadi banyak tahu tentang
kedua temanku. Duris dan Dewi.
Seperti, Dewi yang jago masak, Dewi yang rajin
bersih-bersih rumah, Dewi yang bisa memasang kabel listrik, Dewi yang mempunyai
gantungan baju berbahan besi warna biru, Dewi yang sering ikut ibu-ibu kompleks
pengajian, Dewi yang mempunyai gunting poni, yang pernah ku pakai memotong
poniku dan menghasilkan potongan yang aneh. Dewi yang mempunyai speaker yang sering kupinjam, Dewi yang
sering menyanyikan lagu Judika Duma – Sampai Akhir.
Di bagian lirik “Kasihku berjanji selalu menemani saat kau bersedih saat kau menangis
aaaaaaaa..” Dinyaring-nyaringin ngalahin microphone masjid.
Dewi yang selalu mengerjakan sesuatu dengan
rapi, Dewi yang bisa apa saja. Bahkan Dewi yang mempunyai seorang pacar yang
kalau main ke rumah sering dibikinin makanan. So sweet abis.
Tapi, ada satu hal yang tidak bisa dilakukan
Dewi. Satu hal yang hanya bisa dilakukan olehku dan Duris. Hal itu menonton
Drama Korea berjam-jam bahkan berhari-hari. Iya, semenjak tinggal di Puri
Akcaya 2 Blok D31 berpuluh-puluh film dan drama Korea sudah ku tonton. Aku suka
sekali menonton, tentunya yang gratis.
Seperti yang aku bilang, aku senang menonton,
tak hanya aku, Duris juga. Sepulang kuliah Duris akan membawa flashdisk yang isinya film-film Korea,
hasil malakin senior-seniornya di kampus. Iya, Duris emang hebat. Bukan dia
yang dipalakin, tapi dia yang malakin senior.
Selain itu, aku juga tahu, Duris menyukai
sayuran pakis, pisang molen, dan leher ayam. Berbagai macam masakan leher ayam
pernah ia coba memasaknya. Sup, goreng, kecap, rendang, asam pedas. Kadang enak
banget namun kadang ya begitulah.
Duris memiliki motor yang susah dihidupin
kalau lama nggak di pakai. Saking susah dihidupin, Duris pernah kuliah memakai
sandal jepit karena buru-buru ngidupin motor lalu pergi ke kampus. Setiap pagi,
jika ia kuliah pagi, satu kompleks akan dipenuhi suara motor milik Duris. Ya,
motornya harus dipanasin dulu baru bisa jalan.
Sebagai mahasiswi, Duris juga aktif mengikuti
kegiatan kampus. Nggak heran kalau sekarang dia bisa jalan-jalan gratis ke
Bandung berkat ketekunannya ikut serta di berbagai kegiatan kampus. Kemarin
Duris mengirimiku sebuah pesan. Ia bertanya mau oleh-oleh kaos khas Bandung
warna putih, abu-abu, atau biru tua.
Yailah Halmoni, akan lebih baik jika aku
memiliki ketiga warna itu. HAHAHA.
Aku rindu suasana rumah kontrakan. Aku rindu
pergi ke pasar, lalu memasak bersama Duris dan Dewi. Aku rindu memberantakkan
kamar sebelah kamarku. Aku rindu berbelanja di Xing Mart membeli indomie. Aku
rindu mencium aroma pewangi pakaian setiap kali Dewi mencuci. Aku juga rindu
melihat Duris mencuci baju hanya dengan rendam, bilas, kemudian jemur. Aku juga
rindu memanggil Dewi dengan sebutan Eonni
dan Duris dengan sebutan Halmoni. Aku
merindukan hal-hal kecil yang kini tak lagi ku alami.
Kini di rumah yang dulu sering kurindukan, aku
rindu rumah kecilku di Kompleks Puri Akcaya 2 Blok D 31.
Wuaaa susah sekali membuka halaman komentar di blog ini. Heihiehiehiee. Sudah 3 kali restart maksudya tiga kali disconnect. Hiehiheihee.Oh ya ini kunjungan balasan. Thx ya sudah kasih ucapan selamat buat saya heihiehiehiehiee
BalasHapusBanting saja sinyalnya, Kang Asep. Yup! sekali lagi selamat.
HapusSaya sudah baca artikel ini. CUkup mengharukan. Saya dulu jaman kuliah dulu pernah beberapa kali ngekos di rumah kontrakan, kadanh juga Ngontrak kamar, bukan rumah. Suka duka pastilah ada. KONFLIK akan selalu ada dalam rumah kontrakan. Namun demikian semua itu akan menjadi kenangan indah kalian suatu hari nanti saat REUNI.
BalasHapusTul betul. Sekarang aja udah kangen.
Hapuskarena saya Drakor (drama korea) Holic ,boleh dong sekali2 ikut nonton bareng hahaha
BalasHapusSerius Drakor Holic? Ayok tos dulu :))
HapusHalmoni? Aku pikir itu gara2 gak bisa bilang R jadinya halmoni -_-
BalasHapusBukan hahaha
HapusGue belom punya pengalaman kos atau ngontrak sendiri gitu sih. Tapi kayaknya seru kalo bareng temen hehehe. Di rumah sendiri juga berasa kayak kontrakan tau kalo gak ada nyokap, fyi aja. :D
BalasHapusIya, seru-seru gimana gitu..
Hapuswihh. kenangan bersama temen dekat emang susah banget dilupakan kak. banyak hal yang pasti kita rindukan. duh aku jadi galau juga ini :(
BalasHapusLoh galau kenapa, Mens, eh Mans, eh maksudnya Arman? :))
HapusUntung cuma kalajengking dan lipan yang ngumpet di balik pintu. Coba kalo badak jawa, serem tuh.
BalasHapusYang sebenernya dirindukan bukanlah rumahnya, tapi kenangan bersama teman-teman di rumah itu :)
Asik juga tuh kalo badak jawa, dijual dapet duit. :))
HapusNah, itu tuh ituuuu..
Banyak kalajengking, rumah kontrakan apa rumah serangga btw salam buat dewi ya :D
BalasHapusKebon binatang, Mas Yandi. :))
HapusOh dewi doang nih. Yailah.
Aakkkk jadi pengen merantau trus tinggal di kos atau kontrakan deh...
BalasHapus*belom pernah*
*dari TK sampai kuliah tinggal sama ortu*
Yailah Aul.
HapusEmang enaknya tinggal di kontrakan itu bareng-barengnya. Walaupun banyak yang kayak bangkai juga. Hahaha!
BalasHapus