picture by me (instagram @iszzme) |
“Selamat pagi, Mar”
Laki-laki
ini sungguh keras kepala. Meski seringkali aku abaikan pesan singkatnya,
tak mengangkat panggilan telepon darinya ataupun sembunyi ketika dia ingin
bertemu, Ia tetap saja mencoba memenangkan hatiku. Yang ku anggap malah mengganggu
ketenangan hari-hariku.
Entah
aku yang masih mengharapkan pengakuan dari kekasihku dulu atau mungkin memang
laki-laki ini yang tak masuk kriteria lelaki idamanku, aku tak tahu. Untuk pria
seusianya, ia cukup mapan. Wajah lumayan tampan dan ku pikir ia juga sangat baik
hati.
Namun,
tetap saja hatiku menolak. Apalagi untuk sekedar mengenal. Membalas pesan
singkatnya saja aku enggan, apalagi membalas kasih sayang yang dia berikan. Aku
tak kuasa melakukan itu.
“Selamat makan siang, Mar”
Lagi-lagi
ia mengirimiku pesan singkat. Mengucapkan selamat pagi saat aku bangun,
mengucapkan selamat makan siang, bahkan mengirimiku sebuah nyanyian syahdu
pengantar tidur via blackberry messenger.
Aku
akan mengakhiri semua itu. Hari ini. Aku tak mau ia terluka lebih dalam jika
terus kudiamkan begini. Aku akan mengatakan langsung kepadanya, bertatap muka,
bahwa aku tak dapat menerima semua perlakuan baiknya selama ini.
“Kamu bisa ke café depan kantorku
sekarang?”
“Iya, aku segera kesana”
10
menit kemudian Ia datang.
“Maaf membuatmu menunggu, Mar”
“Beno, bolehkan aku membuat satu
permintaan?”
“Satu permintaan? Lebihpun boleh jika
itu bisa membuatmu selalu tersenyum, Maria”
“Jangan mengucapkan selamat
pagi-siang-malam lagi, jangan mengirimiku nyanyianmu lagi, jangan menelponku
lagi, jangan membelikanku martabak lagi, jangan meninggkalkan pekerjaanmu untuk
bertemuku lagi, jangan.. Ben.. Jangan untuk semua tentang aku. Tolong abaikan aku,
Ben”.
Ia
terdiam. Pandangannya tak lepas sedikitpun dari mataku. Saat itu aku melihat ketulusan
di matanya. Lembut seperti ucapan selamat pagi darinya, hangat seperti nyanyian
syahdunya, dan manis seperti martabak yang sering ia belikan. Ingin ku tarik
semua yang telah kuucapkan dan mencoba membuka hati untuknya, sekali lagi.
Namun,
senyumnya membuat lidahku kelu. Kini aku yang berbalik diam.
“Baiklah, Maria”.
Ucapnya
sembari melontar seraut senyum, lalu meninggalkan ku pergi.
6 BULAN KEMUDIAN…
Ku
pandangi handphoneku yang letaknya di atas meja tak jauh dari tempat tidur. Masih
berbaring, ku pandangi langit-langit kamar. Sekilas bayangan laki-laki keras
kepala itu muncul. Dengan senyum manis yang baru kusadari saat aku
menginginkannya pergi dari kehidupanku enam bulan yang lalu.
Sejak
saat itu hatiku terasa amat sakit. Aku yang menginginkannya pergi tapi dalam waktu
yang sama hatiku menyiapkan ruang untuknya. Aku mulai merindukannya.
Sampai
saat ini aku masih saja merindukannya. Hari demi hari semakin merindu. Menunggu pesan
singkatnya setiap pagi sudah menjadi kebiasaanku. Namun tetap tak ada pesan yang
masuk. Selain keras kepala, ku pikir ia juga laki-laki yang menepati janji. Janji
yang kupinta padanya untuk mengabaikanku.
Hari ini
aku akan menghubunginya. Aku sudah tak sanggup membendung rindu karenanya. Aku
akan meminta maaf padanya, berlutut jika itu perlu. Aku tak mau kehilangan lagi
laki-laki yang dengan tulus menyayangiku.
“Selamat pagi, Beno. Apa kabar?”
Aku mengirinya
pesan, berulang kali, tapi tak mendapat balasan. Menelpon juga sudah kulakukan,
tapi tetap saja tak mendapat tanggapan. Setiap kali aku datang ke kantornya,
sekretarisnya selalu bilang ia sedang di luar. Ataupun saat aku makan siang di café
depan kantorku, aku selalu menemukan segelas caffucino yang sering ia pesan di
meja tempatnya duduk memandangiku dulu. Tapi, Ia bersembunyi. Sepertinya ia masih kesal padaku.
Aku benar-benar
merasa diabaikan. Tapi, aku tak akan menyerah begitu saja. Bukankah dulu aku juga
sering mengabaikannya dan bukankah dulu ia tetap saja menghubungiku. Aku mulai
menjadi keras kepala karena lelaki ini.
Dan akan
tetap menjadi keras kepala sampai lelaki keras kepala ini memaafkanku.
Writen by Ismie Nurbarina.
What do you think, guys? Comment it, please..
Wihi bagus nih. Pertanyaannya adalah, apakkah ada curhatan terselubung di dalam cerita ini?
BalasHapus99,99 % fiksi, kok. Nah, 0,01 % .______.
Hapussambil curhat ini mah......,salam dari urang sunda....
BalasHapusBukan.
HapusSalam dari dare melayu.
Keren banget, mi. Wah iya jangan-jangan ada curhat yang terselubung nih? :D
BalasHapusNggak kok. Fiksi ._.
HapusAwesome short storyy!
BalasHapusAku suka plot nya. Smaa deskripsi nya yang ngalir banget nggak kebanyakan kata bertele-tele kayak cerpen sastrawan wkwk.
Yuukkk kirim ke AOmagz!!
Sekalian sama karya-karya yang lain yaaa
Sekalian gabung jadi kontributor juga seru wkwk
Ditunggu ^^
Thanks, Ul.
HapusYup. Ntar dikiri. Untuk jadi kontributor masih belum kayaknya, Ul. Takut nggak konsisten. Blog ini aja desember kemarin khilaf nggak ada postingan sama sekali.
kadang suka kebalik gitu yang tadinya kita ingin dia pergi ekh pas giliran dia udah pergi kitanya malah kepikiran terus :)
BalasHapusCie.. pernah ngalamin.
Hapus